Senin, 16 Mei 2011

Summer Love


Sama seperti hari lainnya, kelas XI Ilmu Alam-1 akan selalu ribut jika tak ada guru yang masuk. Ada yang bermain kasti dengan gelas air mineral, ada yang asyik membaca, ada yang asyik curhat, bahkan ada yang asyik curi-curi pandang.
Tiba-tiba Pak Radit masuk. Semua langsung berhamburan mencari tempat duduk. “Bapak ada sebuah permainan yang sangat menarik,” ujarnya. Pak Radit memang terkenal gaul dan dekat dengan para siswa/i. Tiap jam pelajarannya selalu ada games yang selalu berganti.
“Nama Permainannya adalah ‘Botol Bajak Laut’,” semua murid terlihat bingung. “Nah cara permainannya mudah, kalian cuma menuliskan apa saja keinginan kalian yang sangat ingin terkabul dalam sebuah kertas, kemudian kalian masukkan ke dalam sebuah botol air mineral dan akan kita ikatkan pada beberapa balon. Silahkan kalian tuliskan keinginan kalian, dalam waktu 15 menit” Pak Radit menambahkan.
Para murid pun asyik menulis berbagai keinginannya. Ada yang ingin dapat hp baru, ada yang ingin dibelikan motor, malah ada yang ingin mukanya berubah jadi ganteng.
Farel terlihat bingung ingin menulis apa. Lalu ia terpikir untuk menuliskan sebuah kata-kata yang tersirat di hatinya, ‘SAFIRA ♥ FAREL’. Sambil menutupi kertas tersebut ia pun menuliskan kata-kata itu. Hal ini membuat penasaran teman sebangkunya, Aldi. Sambil mengintip, lalu ditariknya secara spontan kertas milik Farel. Farel yang terkejut spontan memperebutkan kertas itu. Hal ini sedikit membuat keributan dan membuat perhatian kelas tertuju pada mereka berdua.
“Farel, Aldi, apa yang kalian lakukan?” tanya Pak Radit.
“Ini pak... Aldi mengambil kertas saya,” jawab Farel.
“Ehm... Ehm... SAFIRA ♥ FAREL,” Aldi membaca kertas Farel. Suasana kelas pun berubah menjadi ribut. Tampak muka Farel yang memerah karena malu.
Safira adalah seorang gadis yang Farel taksir tak lama setelah mereka berada dalam satu organisasi sekolah. Awalnya mereka berteman akrab sejak semester awal karena mereka satu kelas. Farel sudah tau dia sejak kelas X karena ia termasuk “DIVA” (sebutan untuk gadis-gadis yang banyak penggemarnya) di sekolah Farel.
“Sudah... Sudah... Tenang. Apa kalian sudah menuliskan keinginan kalian? Kalau sudah ayo masukkan ke dalam botol. Aldi... Kembalikan kertas Farel,” Pak Radit mencoba menetralkan suasana.

Bersambung...

Shaking Hands


Ini sebuah cerita tentang seorang Ketua OSIS yang ingin memberikan kenangan yang terindah di akhir masa jabatannya. Diceritaken (gaya OVJ) saat peringatan Maulid Nabi sudah dekat, diadakanlah berbagai lomba untuk memperingati hari besar tersebut. Setiap kelas diwajibkan mengikuti semua perlombaan yang diadakan. Nah, di kelas Sang Ketua OSIS tersebut, ada satu lomba yang belum ada pesertanya. Lomba tersebut adalah lomba puisi dengan tema Maulid Nabi.
Sang Ketos memang terkenal suka membuat puisi. Namun puisi-puisinya biasanya bertemakan cinta. Ini tantangan baru untuk Sang Ketos. Awalnya Sang Ketos menolak untuk mengikuti lomba tersebut, namun karena dipaksa, akhirnya ia ikut serta dalam lomba tersebut.
Mulailah ia mencari inspirasi untuk mengolah sebuah puisi. Ia agak sedikit kesulitan karena ini pertama kalinya ia membuat puisi dengan tema tersebut. Setelah lomba tersebut semakin dekat, akhirnya Sang Ketos pun mempunyai ide yang ia anggap brilian. Terbentuklah sebuah puisi yang ia pikir akan mengejutkan setiap orang. Ia membuat sebuah puisi yang judulnya mengandung kata yang romantis. Ia memang membuat judul yang sedikit romantis untuk menggoda wanita pujaannya.
Niat Sang Ketos ini sebenarnya tidak baik, puisi yang seharusnya untuk Nabi malah dibuat untuk menggoda gadis pujaan. Tapi tetaplah ia menjalankan niat tersebut. Sampailah pada hari perlombaan, setelah tiba giliran Sang Ketos, maka ia tiba maju dengan pastinya. Ia pun membacakan judul puisi tersebut, “Kaulah Cinta Sejatiku”. Para penonton pun dibuat terpukau dengan judul puisinya. Setelah judul dibacakan, ia membaca lanjutan puisi tersebut. Ia kemudian heran, mengapa para penonton menahan tawa. Isi puisinya memang romantis, namun ia baru sadar, demam panggung menyerangnya! Wajahnya memucat dan tangannya yang memegang kertas puisi tersebut bergetar.
Ia sangat malu, namun apa mau dikata, ia harus menyelesaikan puisi tersebut. Dilihatnya wajah gadis pujaannya, sang gadis menahan tawa. Dilihatnya para juri, juri pun ada yang tertawa. Betapa hancurnya hari itu bagi Sang Ketos. Rasanya ia ingin berganti muka dengan Ricardo Kaka dan pergi jauh dari tempat tinggalnya. Setelah selesai, ia pun pergi keluar ruangan dengan penuh rasa malu.