Rabu, 23 Maret 2011

JOTI

“Cewek di kelas kita udah dikit, masa kamu ngambil dua sih?” Ungkap Beni.
            “Ya... Suka-suka gue dong. Kalau ceweknya mau, kenapa enggak?” Sahut Eross.
            “Bukan masalah mau atau enggak, lihat tu temen kita si Joti, udah berbagai cara buat nembak gebetannya, si Gischa, sampai sekarang gak ada respon. Mau temenan aja susahnya minta ampun, apalagi mau PDKT atau nembak?” Beni menjelaskan.
            “Lho? Apa hubungannya sama gue?” Tanya Eross.
            “Ya... Kamu solidaritas dikit dong ama temen kita, bantuin kek. Jangan mikirin selingkuhan”, Beni menasehati.
            Di tengah perdebatan sengit di kantin itu, lalu datanglah Joseph.
            “Hei bro! Lagi ngomongin apa nih? Seru banget”, ujar Joseph.
            “Lagi ngomongin elu. Si JOTI, ‘Jomblo Tak Henti-henti’, hahaha”, canda Eross. Joti adalah nama panggilan Joseph, dari nama lengkanya, Joseph Albertinus. Kemudian teman-teman mengubah arti singkatan JOTI menjadi ‘Jomblo Tak Henti-henti’ karena ia tak kunjung mendapatkan cinta dari pujaan hatinya, Gischa. Malah Gischa berpacaran dengan orang lain, yaitu Reno.
            “Mau gue bantu ngegebet si Gischa? gue nih orang yang berpengalaman lho”, tambah Eross.
            “Ah... Gak usah. Cinta itu kan tak harus memiliki”, kata Joseph.
            “Itu mah ucapan orang yang gak laku-laku! Kalo elu emang cinta ama seseorang, lu itu harus membuat orang itu cinta sama elu, jadi kalian berdua akan bahagia dengan cinta kalian. Kalo elu pake alasan cinta tak harus memiliki, itu cuman menyakiti lu, cewek yg lu taksir ya enaknya sendiri ama pasangannya. Kalo lu bisa tunjukin ke gue kalo kita bisa bahagia dengan cinta kita walaupun tak bisa memiliki orang yang kita cintai, gue bakalan mau berguru sama elu! Hayo? Ada gak?” kata Eross. Joseph terdiam. Ya... Dia tak punya jawaban yang tepat untuk pertanyaan tersebut. Lama ia merenung hingga bel tanda masuk kelas berbunyi.
            “Ayo kita masuk kelas”, Beni menghentikan perdebatan yang panjang tadi. Berhari-hari Joseph merenung memikirkan kata-kata dari Eross. Sampai sebuah hari yang menggemparkan terjadi.
            “Hei! Joti! Beni! Gue ada berita bagus yang menggemparkan buat kalian”, teriak Eross mengagetkan Joti dan Beni yang sedang makan-makan di kantin.
            “Ada apaan?” Tanya Beni, Joti memerhatikan sambil minum.
            “Itu... Si Gischa putus sama pacarnya”, Eross menjelaskan.
            “Haahhh???!!” Jawab Beni tak percaya. Bersamaan dengan itu, “Mmpprruuussshhh”, Joti memuncratkan minumannya ke Eross.
            “Woi... Ada orang ni. Liat-liat dong kalo mau muncrat”, Eross kesal.
            “Sorry bro. Habisnya kamu ngasih kabar yang sangat menggemparkan”, jawab Joti.
            “Emang putusnya kenapa?” Tanya Beni.
            “Katanya sih Reno memergoki Gischa lagi jalan ama cowok di mall. Trus Reno nanya ke Gischa sambil-sambil marah-marah. Gischa menjelaskan kalo cowok itu sepupunya, tapi Reno gak percaya. Kalo mau lebih jelasnya tanya aja ke Gischanya langsung”, Eross menjelaskan.
            “Joti... Ini kesempatan bagus buat kamu. Kamu bisa ngerebut hatinya”, jawab Beni.
            “Hhmmm... Benar kata Beni,” pikir Joti dalam hati. “Tapi, bisa saja Gischa sangat sedih karena peristiwa ini. Lebih baik aku mencoba menghiburnya dulu,” jawabnya dalam hati. Joti pun pergi ke kelas untuk melihat keadaan Gischa. Dua sahabat Joti hanya melihatnya pergi dan sepertinya paham apa yang akan dilakukan Joti.
            Di depan pintu kelas, Joti melihat Gischa yang sedang termenung. Matanya sembab, mungkin karena terlalu banyak menangis.
            Beberapa hari berlalu, Joti masih tetap memperhatikan Gischa. Sampai pada akhirnya saat Joti sedang membereskan barang-barang untuk pulang,  Gischa mendatanginya.
            “Jo... boleh aku bicara sebentar?” Jantung Joti berdegup kencang. Tak tau apa yang mau ia katakan.
            “E... E... Bo... Boleh,” jawabnya terbata-bata.
            “Kamu pasti pernah merasakan jatuh cinta kan?” Tanya Gischa sambil duduk di samping Joti. Jantung Joti makin tak karuan berdegupnya.
            “Iya,” jawab Joti mulai tenang.
            “Apa kamu pernah merasakan sakit hati karena orang yang kamu cintai?”
            “Emm... Awalnya aku pernah sakit hati kepada orang yang aku cintai, ia sangat melukai hatiku. Namun setelah itu aku sadar, jika aku sakit hati kepadanya, berarti aku tidak mencintainya,” jawab Joti. Perbincangan itu pun berlanjut sangat lama, sampai pada akhirnya Joti pun menanyakan sesuatu kepada Gischa.
            “Eee... Sebenarnya ada apa, kok tiba-tiba kamu ngobrol sama aku?” tanya Joti. Gischa pun menjelaskan kesedihannya, tentang kesalahpahaman Reno kepadanya, dan kerinduannya ingin kembali bersama dengan Reno. Memang ini sangat menyakitkan hati Joti, namun ia tetap bersikap biasa saja. Gischa pun menjelaskan bahwa ia diberitahu sahabatnya yang juga kekasihnya Eross, Nadia, jika Joti sangat enak untuk diajak curhat.
            “Ooo... Gitu toh rupanya jadi kamu ngobrol sama aku. Ya sudah kita pulang saja, sudah sore. Mau pulang bareng aku? Tapi motornya cuma motor bebek lo,” ajak Reno.
            “Boleh, asalkan bisa selamat sampai rumah ya aku ikut aja, hehehe” canda Gischa. Mungkin itulah hari terindah untuk Joti. Walaupun Gischa bukan kekasihnya, tapi ia sangat senang bisa mengantar pulang Gischa meskipun dengan motor yang tak sekeren motor milik Reno. Ingin rasanya ia pamer ke teman-temannya, tapi sekolah saat itu sudah sepi, hanya ada beberapa anggota OSIS yang sedang rapat.
            Semakin hari, hubungan Joti dan Gischa semakin dekat. Mereka sering mengobrol menceritakan tentang yang terjadi pada diri mereka setiap hari. Wajah Gischa pun perlahan makin cerah, namun tetap saja masih ada sedikit kesedihan tersirat di wajahnya. Gischa sering pulang dengan Joti. Bahkan saking dekatnya mereka, pernah suatu ketika Gischa bersandar di pundak Joti saat mereka menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti sebuah seminar.
            Di Sekolah Sepak Bola,  saat latihan Joti melihat Reno yang tidak konsentrasi dengan permainannya, Reno pun disuruh berisitirahat oleh pelatih. Joti dan Reno memang satu Sekolah Sepak Bola meskipun mereka dari SMA yang berbeda. Joti pun menghampirinya.
            “Ada apa Ren? Sepertinya kamu ada masalah,” Joti pura-pura tidak tahu.
            “Hhmmm... Tak apa-apa. Hanya masalah kecil,” Jawab Reno. Reno dan Joti memang berteman baik karena selain dua sahabat Joti, setahu Joti tidak ada lagi yang tahu kalau Joti naksir Gischa. Jadi tidak ada masalah dengan Reno dan Joti.
            “Daripada kamu pendam terus, dan berakibat buruk dengan aktivitas kamu, lebih baik kamu ceritakan saja. Mungkin saja aku bisa membantumu,” bujuk Joti. Reno menceritakan kesalahan yang diperbuatnya. Kesalahannya yang menyia-nyiakan orang yang mencintainya sekaligus yang ia cintai. Reno merasa sangat menyesal.
            “Seandainya waktu bisa diputar kembali, aku tak akan cemburu buta seperti itu,” ungkap Reno.
            “Hhmmm... Ini tidak baik,” pikir Joti dalam hati. “Percuma saja aku bisa bersama Gischa, tapi hatinya masih terluka. Aku harus bisa merukunkan mereka lagi,” terangnya.
            “Hei... Ren. Mau kubantu supaya kamu bisa baikan lagi sama Gischa?” Joti menawakan bantuan.
            “Tidak. Terima kasih. Lagipula sepertinya Gischa sudah menemukan orang yang tepat dibandingkan aku,” jawab Reno.
            “Siapa?” Joti heran.
            “Masa kamu tak tahu? Orang itu kamu. Gischa sudah bisa tersenyum saat bersamamu, aku sering melihatnya pulang denganmu. Aku juga pernah melihat kalian ngobrol di sebuah warung kecil. Disana Gischa terlihat enjoy dengan tempat itu, berbeda saat ia ku ajak ke kafe yang mewah, dia agak risih dan terus megkhawatirkan bayaran di kafe itu. Gischa terlihat tenang jika bersamamu,” Suara Reno terdengar sedih.
            “Kamu jangan salah sangka dulu Ren. Tahu tidak apa yang Gischa selalu bicarakan denganku? Ia selalu membicarakan kamu. Ia sedih harus berpisah denganmu. Ia sangat menyesal, andai saja waktu itu ia tidak menemani sepupunya. Andai saja kamu tahu perasaannya, ia sangat mencintai kamu.” Reno terlihat diam. “Jadi bagaimana? Masih mau tidak kubantu?” Joti menawarkan lagi.
            “Baiklah. Aku menyerah kali ini. Aku terima bantuanmu,” jawab Reno. Sebuah sketsa pengungkapan maaf sekaligus mengungkapkan perasaan pun dirancang. Dan sudah ditentukan waktu dan tempatnya.
            Pagi-pagi sekali Gischa sudah datang ke sekolah. Jam besar di sekolah baru menunjukkan pukul 06.00. Ia ditelpon Nadia agar cepat-cepat ke sekolah karena ada yang mau dibicarakan Nadia. Di kantin sudah terlihat Nadia yang celingak-celinguk melihat kanan-kiri.
            “Ada apaan sih Nad pagi-pagi gini penting banget nyuruh aku ke sekolah?” Gischa sedikit sewot.
            “Gini... aku lihat kamu dan Joti udah semakin dekat,” kata Nadia.
            “Terus kalo dekat emangnya kenapa?” Gischa sedikit penasaran. Sebenarnya tak ada pengaruh tentang kedekatannya dengan Joti. Ia hanya menganggap Joti itu sebagai sahabatnya sama seperti Nadia.
            “Kenapa kalian gak pacaran aja?” celetuk Nadia sambil senyum-senyum.
            “Hah? Aku itu sama Joti cuma sahabatan, gak lebih,” kata Gischa.
            “Apa kamu ini gak punya perasaan? Apa kamu gak merasa perhatian Joti yang lebih sama kamu itu karena dia sayang sama kamu?” Kata Nadia.
            “Tahu darimana kamu emangnya?” Balas Gischa.
            “Aku dikasih tahu sama Eross. Katanya Joti itu udah naksir kamu lama, bahkan sebelum kamu kenal sama Reno,” Nadia menjelaskan. Suasana kantin pun menjadi sunyi senyap.
            “Udah lah Gis... Aku tahu kamu masih cinta sama Reno. Tapi itu gak akan kembali lagi. Daripada kamu terus bersedih. Cobalah belajar mencintai Joti. Aku tahu ini tak mudah. Tapi jalanilah dulu hubungan kalian. Nanti rasa cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya. Dan kamu pasti akan bisa melupakan Reno. Kamu akan lebih nyaman berada di samping orang yang mencintai kamu.” Gischa terlihat bimbang. Dalam hatinya berkecamuk. Ada dua lelaki dalam hatinya kini. Dan ia harus memilih satu diantaranya. Bel tanda masuk kelas pun berbunyi.
            Setelah bel tanda istirahat berbunyi, murid-murid pun berlarian ke kantin untuk menyantap jajanan. Tidak dengan Gischa, ia terlihat berpikir. Sampai pada akhirnya wajahnya terlihat yakin dan mendatangi Joti yang kebetulan masih menyelesaikan catatannya.
            “Joti... Bisa ngomong sebentar?” Tanya Gischa.
            “Bisa. Mau ngomong apa?” Setengah kaget Joti menjawab.
            “Sudah dua minggu kita mulai dekat. Ada satu pertanyaan yang aku mau kamu jawab sekarang juga,” kata-kata Gischa itu sedikit membuat Joti penasaran.
            “Apa?” Tanya Joti.
            “Emmm... Ma... Mau gak kamu jadi pacar aku?” Gischa sedikit gugup. Di luar kelas terlihat Beni, Eross, dan Nadia. Rupanya mereka semua yang merencanakan ini. Mereka ingin memberikan kenangan yang indah untuk Joti, yaitu menghadiahkan Joti orang yang sangat ia cintai. Joti pun kaget setengah mati. Kata-kata itu sangat dinanti-nantikannya sejak dulu. Joti kemudian mengingat-ingat kembali kata-kata itu. Mungkin saja ia salah dengar. “EMMM... MA... MAU GAK KAMU JADI PACAR AKU?”.  Ya... itu memang yang diucapkan Gischa.
            “Joti... Kamu gak apa-apa?” Gischa menyadarkan lamunan Joti. Joti pun tersenyum menatap Gischa. Gischa sedikit malu, menundukkan kepala.
            “Kamu akan mendapatkan cowok yang lebih baik daripada aku. Kamu akan mendapatkan cowok yang benar-benar mencintai kamu dan kamu pun mencintainya”. Gischa sedikit bingung dengan perkataan Joti. Tak berhenti sampai disitu kebingungan Gischa, ia pun semakin bingung ketika Joti tiba-tiba meninggalkannya di kelas.
            “Oh ya... Maaf aku tak bisa pacaran sama kamu,” jawab Joti kepada Gischa ketika hampir di depan pintu. Sampai di pintu kelas ia pun memanggil Eross.
            “Bro... Aku pengen ngomong sebentar sama kamu”. Eross pun mendatanginya.
            “Terima kasih sudah memberikan hadiah ini. Tapi maaf aku tak bisa menerima Gischa,” Joti membuat Eross bingung.
            “Tapi kenapa?” Tanya Eross.
            “Nanti kamu  juga tahu alasannya. Oh ya... Sebaiknya niat kamu buat selingkuh itu jangan diwujudkan. Tak semua orang bisa seberuntung kamu,” kata-kata ini semakin membuat Eross bingung. Joti pun meninggalkannya dan menuju ke tempat parkir. Di situ Joti semakin membuat teman-temannya kaget setengah mati. Ada sebuah mobil sedan sport merah datang, orang yang di dalamnya pun keluar. Ternyata itu adalah Reno. Joti mendatangi Reno yang membawa bunga mawar merah dan Joti memberikan sebuah kotak kecil yang berisi sebuah liontin bertuliskan “R♥G”.
            “Ini beri ke Gischa. Kamu sudah siapkan kata-katanya?” Tanya Joti.
            “Iya,” jawab Reno.
            “Semoga sukses bro,” Joti menyalami Reno dan menepuk pundaknya.
            “Thanks atas semua bantuannya bro. Ini gak akan kulupakan,” jawab Reno. Reno pun berjalan menuju kelas XII-IPA 1, disana masih ada Gischa. Di parkiran Joti terdiam. Mungkin ia sedang menguatkan hatinya. Di dalam kelas, Gischa kaget melihat Reno bersama mawar merahnya. Reno duduk di sampingnya.
            “Gischa, maaf atas kesalahanku. Aku memang sangat posesif. Aku takut kehilangan kamu, tapi sifatku itu malah membuatku kehilangan kamu. Aku sangat menyesal. Aku tak tenang menjalani hari-hariku. Cuma penyesalan yang menghantuiku setiap hari,” Reno mengungkapkan perasaannya. Mata Gischa terlihat berkaca-kaca.
            “Mau gak kamu kembali sama aku? Kita baikan,” bujuk Reno sambil berlutut di depan Gischa dan memberikan bunga mawar. Joti terlihat di depan kelas bersama dengan teman-temannya.
            “Aku juga sama kaya kamu. Hari-hariku selalu diliputi kesedihan. Aku selalu memikirkan kamu,” Gischa mengungkapkan dan memeluk Reno. Air mata Gischa tak dapat dibendung lagi. Joti terlihat tersenyum.
            “Aku punya hadiah buat kamu,” kata Reno kepada Gischa. Ia pun memberikan liontin yang diberikan Joti. Dikalungkannya di leher Gischa.
            “Itu sebagai tanda kalau kita akan selalu bersama walau terpisah. Hati kita akan selalu dekat. Dan itu pertanda bahwa aku sangat mencintai kamu dan aku akan selalu percaya sama kamu,” jawab Reno memegang tangan Gischa. Eross pun kemudian paham dengan kata-kata Joti tadi. Ia sadar bahwa tak semua orang bisa seberuntung Gischa & Reno serta dirinya & Nadia. Bisa dicintai orang yang kita cintai. Ia paham, bahwa ia tak boleh menghianati Nadia. Ia pun menggenggam erat tangan Nadia yang ada di sebelah kirinya. Mereka tersenyum saling memandang. Tangan kanannya pun memegang pundak Joti.
            “Aku sudah paham kata-katamu. Thanks bro atas nasihatnya. Semoga kamu juga bisa seperti kami,” harap Eross. Joti tersenyum.
            “Ya... kini aku bisa menjawab pertanyaanmu dulu. Aku masih bisa tersenyum walaupun aku tak bisa memiliki Gischa. Karena asalkan orang yang aku cintai bahagia, aku juga akan bahagia,” jawabnya dalam hati.